Tradisi Kraton Ngayogyakarta Seputar Grebeg Syawal
*Mas Habib
Percaya pada tradisi banyak dijumpai hampir disetiap daerah ditanah air. Salah satu contohnya “Grebeg Syawal ” yaitu, sebuah ritual Keraton Yogyakarta yang dilaksanakan setiap memasuki 1 Syawal dipelataran Masjid Gedhe atau masjid Agung Yogyakarta. Ritual ini berupa “gunungan (hajad dalem)” yaitu sejenis sesaji berupa tumpengan besar yang terdiri dari berbagai sayuran seperti kacang panjang, cabai merah, beras ketan dan hasil bumi lainnya yang ditata berbentuk kerucut.
Membawa berkah
Gunungan tersebut di arak oleh sekelompok barisan yang terdiri dari delapan bergada (peleton) prajurit keraton, dipimpin oleh GBPH Yudhaningrat dan diikuti sebagian besar bangsawan. Iring-iringan ini melewati alun-alun Utara Yogyakarta, kemudian berhenti di Masjid Gedhe. Tepat pukul 10:00 WIB sejumlah ulama lalu membacakan do’a khusus, yang kemudian diperebutkan oleh masyarakat yang sudah turun temurun mempercayai bahwa barang siapa yang mendapatkan barang atau benda yang diperolehnya dari sesaji tersebut akan membawa rejeki, keberuntungan dan lainnya, karena benda tersebut memiliki kekuatan supranatural, serta keramat.
Ironis sekali memang..!. Sebenarnya tujuan diadakannya acara seperti ini semata-mata hanyalah ingin menunjukkan bahwa Kasultanan Ngayogyokarto bagi rakyat Yogyakarta tidak hanya sebagai pemerintah, tetapi juga sebuah ikon pengabdian rakyat kepada kepada pemimpinnya yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono X. Sedangkan Sri Sultan sendiri bermaksud untuk memberi perhatian kawula atau rakyatnya sebagai ungkapan terimakasih karena telah berhasil menjalankan ibadah puasa.
Menyimpang dari tujuan
Sebenarnya maksud dan tujuan dari tradisi budaya ini sangat baik. Selain bentuk ucapan syukur, juga mengandung nilai sosial yakni dengan membagi-bagikan makanan kepada orang lain. Disamping itu, upacara ini juga mengingatkan masyarakat, bagaimana cara Islam masuk.
Pada jaman dahulu ketika para ulama menyebarkan agama Islam memakai cara seperti ini yang disebabkan masyarakat pada saat itu hampir sebagian besar masih dibawah pengaruh ajaran Hindu yang identik dengan sesaji. Oleh para ulama penyebar Islam sedikit demi sedikit dicampurkan atau dimasukkan unsur-unsur Islam agar mereka mau mengikuti, dan akhirnya berhasil. Namun proses perayaannya yang selalu dilaksanakan secara turun temurun tidak pernah berubah, sehingga setelah mengalami proses yang bertahun-tahun, lama-kelaman masyarakat disana mempunyai penilaian lain dari apa yang diharapkan oelh para penyebar Islam dulu .Mereka sudah mempunyai tujuan yang justru menyimpang jauh dari ajaran Islam, yaitu dengan mensakralkan tradisi grebeg syawal dengan tujuan “ngalab berkah Syawalan” untuk mengharap terkabulnya sesuatu dari gunungan sesaji. Meskipun disitu juga terdapat do’a sebagai wujud syukur yang dibacakan oleh tokoh Islam keraton.
Disinilah letak kekeliruan mereka, percaya dengan cerita-cerita rekaan, dongeng, khayalan yang bersumber pada kepercayaan lama dan tidak berdasarkan nas-nas syarak (al Qur’an dan hadist). Selain itu mereka juga menggunakan objek-objek tertentu seperti sesaji, serta bentuk pemujaan, menumpukan harapan kepada sesuatu selain Allah. Hal-hal seperti inilah yang termasuk syirik akbar, yaitu sesuatu kepercayaan, perkataan atau perbuatan yang mengakui kekuasaan selain Allah berupa keyakinan setelah mendapatkan sebagian dari gunungan meski Rasul mengajarkan berdo’a langsung kepada Allah tanpa ada sarana. Sedangkan nasib, jodoh dan rejeki adalah hak dari Allah tinggal seperti yang sudah dijelaskan dalam firman-Nya yang berbunyi :
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.(QS Huud 6)
Jika dilihat dari dampaknya, yaitu rusaknya akidah, terjerumus dalam lingkaran setan, kini sudah saatnya pihak keraton, ulama serta para tokoh yang berpengaruh untuk segera meninggalkan hal-hal yang demikian ini. Meskipun maksud hati berbuat baik, tapi justru akan menambah daftar kesesatan bagi kawulo (rakyat)nya, karena resiko dari perbuatan ini, Allah sudah memperingatkan dengan tegas dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS an Nisa 48)
Na’udzubillahi min dzalik.......
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar