Jumat, 26 Oktober 2007

Gagalnya penyelewengan ditengah-tengah kekeringan

Gagalnya penyelewengan ditengah-tengah kekeringan

Musim kemarau panjang memasuki bulan keenam, sawah-sawah milik penduduk desa Mlatienggal sudah lebih dari dua minggu mengering karena kesulitan air. Akibatnya, banyak petani yang mengalami gagal panen, hasilnya cuma hanya pas-pasan untuk makan, itupun mereka harus lebih irit.

Sebulan telah berlalu, hujan belum juga turun sedangkan persediaan padi milik rakyat sudah kian menipis. Orang-orang menuntut pak lurah Jlodhong untuk meminta bantuan beras ke Kabupaten. “Baiklah akan kuusahakan ke Kabupaten, tapi jangan terlalu berharap banyak, disana kondisinya juga hampir seperti kita”, kata pak Jlodhong
didepan rakyatnya.
Setelah ditunggu sampai dua hari akhirnya pak Jlodhong tiba dari Kabupaten dan menyampaikan hasil yang ia peroleh, “Para penduduk desa Mlatienggal, kami mohon maaf, ternyata pihak Kabupaten tidak bisa memenuhi permintaan kalian, disana juga kesulitan pangan, pak Bupati hanya menghimbau kalian untuk hidup sederhana dan ngirit dulu, sabarlah sebentar lagi juga turun hujan, padi-padi kita juga nanti tumbuh”. Dengna perasaan kecewa para penduduk pulang kerumah masing-masing.

Namun ketika orang-orang berangkat shalat subuh kemasjid, sempat melihat empat buah kereta pedati memasuki pekarangan pak Jlodhong. Esok harinya setelah ditanyakan oleh penduduk, kereta semalam hanya memuat pasir untuk dikirim ke Kabupaten. Rakyat mulai curiga tapi tidak berani apa-apa karena takut pada para pengawal Jlodhong yang terkenal galak. Usai shalat Isya’ beberapa tokoh masyarakat Mlatienggal pergi kerumah Dul Shomad, orang tua cerdik, yang menjadi panutan rakyat setempat.
Sambil minum kopi dan ubi goreng mereka menceritakan semua kejadian tersebut. “Hmm….begitu .. Yaah baiklah nanti malam si Supar ikut aku, besok usai Subhuhan dimasjid nanti aku beri tahu perkembanagan selanjutnya, sekarang semua pulang ” kata Dul Shomad.
Setelah itu Dul Shomad bersama Supar sambil membawa bungkusan pergi kerumah Jlodhong, namun sesampai dipintu gerbang dihadang para pengawal. “Hei orang tua ..!malam-malam begini mau kemana kamu”, “Ooo..ini ada singkong gula kegemaran pak Lurah, boleh aku masuk ?” jawab Dul Shomad. “Heeh bailkah” , kata sipengawal.

Setelah bertemu Jlodhong, Supar secara diam-diam disuruh pergi kebelakang untuk mengetahui isi muatan pedati, sementara Dul Shomad mengalihkan perhatiannya. “Pak Lurah, ini ada singkong gula dari istri saya, ngomong-ngomong kapan berangkat ke Kabupaten lagi ?” Tanya Dul. “Oo..nanti malam. Habis kalau siang terlalu panas, sudah lama nggak turun hujan. Itu lho mau mengirim pasir untuk membangun bal”ai.
Setelah pamitan pulang Supar melapor Dul, “Pak, ternyata isinyta beras “. “Hmm.. ternyata Jlodhong ingin menipu rakyatnya dan menyelewengkan bantuan dari kabupaten. Par kamu ikut aku kejembatan ujung desa sekarang.”.
Setelah sampai diujung desa terdapat jembatan sempit yang cukup untuk satu pedati saja, lalu Dul menebang dua pohon randu yang batangnya penuh dengan duri, lalu didirobohkan disamping kana kiri sisi jalan sedangkan ujung batangnya diletakkan dipagar pembatas jembatan sehingga jalan agak menyempit lagi.
Tengah malam empat pedati mulai keluar dari rumah pak lurah, ketika melewati jembatan. Karena saking sempitnya jalan dan hari masih gelap, tanpa disadari para kusir pedati, karung-karung berisi beras sobek tergores duri-duri pohon randu yang berada disisi jalan, sehingga beras-beras dalam karung berceceran sepanjang jalan. Usai Shalat Subuh para penduduk diberitahu kalau ada beras disepanjang jalan, kemudian rakyat secara beramai-ramai mengambil beras tersebut.
Mengetahui kejadian itu Jlodhong tidak bisa apa-apa, karena takut rencananya dalam menyelewengkan beras bantuan Kabupaten terbongkar.
Akhirnya berkat ide Dul Shomad, beras bantuan gagal di selundupkan keluar desa dan rakyat dapat menikmatinya. (Azizi)

Tidak ada komentar: