Jumat, 26 Oktober 2007

Nyadran menuju kesesatan

Nyadran menuju kesesatan

Mereka mendatangi makam-makam leluhur, wali dan orang soleh yang menurutnya adalah bagian dari kebodohan. Bahkan kadang sangat berlebihan dan menjadi suatu keharusan dalam melakukannya sehingga orang datang berbondong-bondong mendatanginya.

Umat Islam dinegeri ini mempunyai tradisi yang bermacam-macam. Selain berbagai peringatan hari-hari besar Islam, mereka juga masih mempunyai tradisi yang sudah ada sejak dulu. Ritual yang sudah ada sebelum Islam masuk ke Indonesia.yaitu, Nyadran. Ritual ini biasanya dilakukan oleh kebanyakan masyarakat jawa menjelang Ramadan. Meskipun bentuk acara dan waktu yang tidak sama, namun semua dilaksanakan menjelang berakhirnya bulan Sya’ban atau orang Jawa menyebutnya dengan istilah ruwahan
Disaat-saat seperti ini di berbagai daerah di Jawa banyak dijumpai ritual sadranan atau nyadran. Tradisi ini mengandung makna dan nuansa religius dan magis yang senantiasa mewarnai ritual-ritual itu. Biasanya, tempat-tempat yang dituju dalam kegiatan nyadran ini, adalah makam para leluhur, tokoh-tokoh besar, alim ulama serta para tokoh yang banyak berjasa bagi daerah dan syiar agama pada masa lampau

Ke makam wali dan tokoh
Misalnya, orang-orang disekitar Kabupaten Demak, menjelang berakhirnya bulan Sya’ban akan datang berduyun-duyun kemakam Sunan Kalijaga di komplek pemakaman Kadilangu, Demak. Dikabupaten Semarang, tepatnya di Dusun Panjang Lor, Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa masyarakat dari berbagai penjuru datang ke makam ini untuk berziarah di makam Nyi Tirto Tinoyo atau lebih dikenal sebagai Nyi Panjang. Warga setempat meyakini, Nyi Panjang merupakan istri lurah pertama di sana, yang menjadi cikal bakal Kampung Panjang. Belum diberbagai daerah seperti Klaten, Solo, Wonogiri, Yogya dan masih banyak lagi daerah yang mengadakan.

Rela pulang
Masyarakat yang merantau jauhpun rela untuk pulang demi melaksanakan ritual sadranan kemakam leluhur secara bersama-sama. Adapun berbagai acara yang dikemas sangat beraneka ragam, selain membacakan do’a untuk para arwah leluhur dan bersih-bersih kubur, kadang ada yang diselingi dengan berbagai pertunjukan rakyat seperti pagelaran wayang kulit.
Lalu, bolehkah kita sebagai kaum Muslim mengadakan acara nyadran dan adakah keterangan nash maupun hadist yang menerangkan tentang tradisi nyadran, nyekar atau berziarah kemakam menjelang bulan Ramadhan ?

Nyadran menurut Islam
Tradisi Nyadran didalam Islam tidak pernah disyariatkan, namun jika ziarah kemakam dibolehkan meski dulu Rasul pernah melarang, karena orang-orang dulu menjadikan kubur sebagai tempat untuk kesyirikan.

Rasulullah Saw pernah melarang para umatnya ziarah kekubur seperti yang disabdakan :”Dahulu Aku melarang kalian ziarah kubur, namun sekarang silahkan berziarah kubur” (HR Muslim).
Namun ziarah kekuburpun dibolehkan hanya untuk berdo’a dan tidak dijadikan ibadah atau ditambah bermacam-macam acara. ziarah tidak harus menjelang bulan Ramadhan, dan tidak harus pula disertai dengan berbagai acara seperti pagelaran wayang kulit dan kesenian lainnya. Sehingga kita tidak mencampur adukkan antara tradisi, budaya dan syariat agama.
Apalagi jika dalam ritual nyadran disertai dengan perbuatan yang sifatnya meminta kepada kuburan atau meminta kepada ruh orang yang sudah mati adalah perbuatan yang diharamkan karena termasuk perbuatan syirik. Termasuk juga mengusap-usap kuburan dengan tujuan bisa mendapatkan barakah dan kekayaan atau menjadi lancar usahanya, minta diberi jodoh atau lulus ujian adalah termasuk perbuatan yang diharamkan.

Untuk itu hendaklah apa yang kita lakukan saat berziarah kubur harus sesuai
dengan petunjuk Rasulullah Saw. Seperti mengucapkan salam
kepada ahli kubur dengan salam yang diajarkan oleh Rasulullah Saw yaitu :

Assalamu alaikum ya ahlad diyari minal mu'minin wal muslimin, wa inna insyaa
Allahu bikum lahiqun. As'alullaha lana wa lakum al-'afiyah.

Yang artinya : Assalamu 'alaikum wahai penduduk kuburan orang beriman dan orang Islam, Inysa Allah kami akan menyusul kalian. Aku meminta bagi kami dan kalian
keselamatan. (HR. Muslim).

Sedangkan untuk mendoakan arwah orang tua tidak harus mendatangi makamnya, apalagi mengumpulkan orang-orang banyak dengan membacakan ayat-ayat suci. Cukup setiap kali sehabis shalat atau kapan saja dan dimana sajapun bisa asalkan niat kita betul-betul mendoakan..(Maulana)

Tidak ada komentar: