PELOPOR PEMBAHARUAN ISLAM DI TANAH AIR
Tak bisa dipungkiri jika kaum muslim ditanah air yang tahu akan kebenaran ajaran Rasulullah akan menyambut baik gagasan Beliau sehingga membuat Pemerintah Hindia Belanda harus membatasi gerakannya karena merasa khawatir
Kaum muslim ditanah air ini mungkin akan semakin parah dengan pola pikirnya yang condong kearah bid’ah dalam menjalankan ibadahnya, jika seorang Muhammad Darwisy yang masih berusia 15 tahun ini tidak pergi haji dan tinggal di Mekkah. Disana ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Setelah lima tahun lebih barulah pulang ketanah air tepatnya tahun 1888 dan berganti nama Achmad Dahlan, dengan membawa pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan Al-Qur’an dan hadist secara murni.
Gagasan Ahmad Dahlan ini mendapat resistensi, baik dari keluarga dan masyarakat sekitarnya yang berkembang semakin meluas. Namun berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutanpun datang dari orang-orang yang bersebrangan dengan pola pikirnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi Islam selama ini, ada yang menuduhnya kyai palsu, karena meniru-niru gaya Belanda yang Kristen, bahkan ada pula yang hendak membunuhnya. Namun Alhamdulillah, semua rintangan pelan-pelan dapat diatasinya karena keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam ditanah air. Dengan semakin besarnya pengikut beliau, maka pada tanggal 18 Nopember 1912 berdirilah organisasi sosial yang bergerak dibidang pendidikan yang diberi nama Muhammadiyah.
Pada tanggal 20 Desember 1912 Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapat badan hukum, namun Belanda merasa khawatir dengan gerakannya yang membahayakan pemerintah dan hanya memberi izin untuk daerah Yogyakarta saja. Karena organisasi ini semakin berkembang hingga ke luar Yogyakarta, maka untuk mensiasati Belanda, cabang-cabang yang berada diluar Yogya namanya diganti. Seperti di Pekalongan bernama Nurul Islam, di Ujung Pandang dengan nama Al-Munir diGarut bernama Ahmadiyah lalu Solo bernama Sidiq Amanah dan masih banyak lagi didaerah-daerah lainnya.
Gagasan Muhammadiyah yang disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan hampir terus meluas hingga pelosok tanah air. Ia selalu mengadakan tabligh akbar diberbagai kota. Banyak ulama dari berbagai daerah yang datang dan mendukung gerakannya, hingga pada tanggal 2 September 1921 barulah Pemerintah Hindia Belanda memberi izin pendirian cabang-cabang diseluruh Indonesia. Dalam mengembangkan organisasinya, ia selalu memfasilitasi para anggota dalam proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin secara demokratis melalui sidang umum.
Sebagai pendiri organisasi pembaharuan Islam, Beliau selalu menerapkan tiga prinsip yaitu, Pengkajian Al-Qur’an, Musyawarah dan amal serta pikiran pokok utamanya yaitu “Ibadah shalat tepat waktu dan pengamalan ayat- ayat Al-Qur’an”. Selain itu Beliau dalam berorganisasi mempunyai beberapa prinsip antara lain :
- Senantiasa menghubungkan diri (mempertanggungjawabkan tindakannya) kepada Allah.
- Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar kebenaran (sejati)
- Perlunya setiap orang, terutama para pemimpin terus-menerus
menambah ilmu, sehingga dapat mengambil keputusan yang bijaksana.
- Ilmu harus diamalkan.
- Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan untuk menuju
keadaan yang lebih baik.
- Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran secara ikhlas dan bersih.
Selain aktif dalam pergerakan nasional melalui dakwah, ia juga dikenal sebagai wirausahawan pedagang batik yang cukup berhasil dan banyak ditiru oleh masyarakat.
Sifatnya yang bersahaja serta kepandaian berdiplomasi, membuatnya cepat beradaptasi dan diterima di berbagai organisasi seperti Jam’iyatul, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Komite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Atas jasa-jasanya yang berhasil membangkitkan kesadaran bangsa seperti, mempelopori kebangkitan umat Islam yang harus banyak belajar agar berpikiran maju, menuntut kemajuan, kecerdasan dengan dasar iman dan Islam, mempelopori amal usaha sosial demi kemajuan bangsa dengan jiwa ajaran Islam, serta kebangkitan wanita melalui Muslimah Muhammadiyah yang bernama Aisiyah ini Pemerintah RI menetapkannya sebagai “Pahlawan Nasional” dengan Kepres nomor 657 tahun 1961.
Pahlawan nasional yang masih keturunan dari salah satu walisongo, Maulana Malik Ibrahim yang lahir pada tanggal I Agustus 1868 ini akhirnya wafat pada tahun 23 Februari 1923 dan dimakamkan di Karang Kajen, Yogyakarta.
Sayang hingga kini hanya sekian persen saja kaum muslim di Indonesia yang mempunyai pemahaman seperti Beliau. Jika seandainya semuanya tahu dan mau menjalankan pembaharuan Islam, mungkin Islam dinegeri ini akan murni seperti apa yang disampaikan dari Rasulullah Saw dan para sahabatnya
Jumat, 26 Oktober 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar