Jumat, 26 Oktober 2007

Dinamit penghancur sekuler dan komunis ditanah air.

K I O S
KH Muhammad Isa Anshary
Dinamit penghancur sekuler dan komunis ditanah air.

Apa jadinya negeri ini jika kaum sekuler yang berkoalisi dengan komunisme tumbuh subur di Indonesia. Mereka menganggap agama adalah “candu” yang mengekang kebebasan manusia..

Sebagai politisi Masyumi dan ulama Persatuan Islam (Persis), Muhammad Isa Anshary saling bahu membahu dengan Muhammad Natsir dalam menangkal geliatnya kaum sekuler dan komunis. Dalam memperjuangkan tegaknya syariah Islam, sikapnya tak kenal kompromi untuk menyikapi suatu masalah. Jika Natsir masih agak sabar dengan berkata, “Tunggulah !” maka Isa Anshary dengan lugas menyatakan “Gempur..hancurkan ..!”. Sosoknya keras, bertipikal tegas, dan sangat konsen dalam menyikapi wacana formulasi ideologi negara, khususnya masalah yang menyangkut ketidakberesan dalam sila-sila Pancasila serta mempertanyakan esensi demokrasi. Bahkan ia tak segan-segan menganggap “murtad” kepada Islam sekuler yang dinilainya melampaui batas.Menurutnya falsafah negara harus merujuk kaum mayoritas, yaitu Islam. Didalam internal Masyumi sendiri, sikapnya menjadikan partai ini kesulitan untuk membangun koalisi dengan tokoh-tokoh Islam sekuler.
Disisi lain, karena sikapnya yang keras mengundang kekaguman serta mendapat dukungan dari berbagai kalngan. Hal ini terbukti disetiap kampanyenya dalam menegakkan syariat Islam ditanah air, baginya memperjuangkan syariat Islam adalah jihad akbar.

Menentang pidato Soekarno
Ketika Presiden Soekarno berpidato di Kalimantan Selatan, Januari 1953 yang menyinggung tentang dampak berdirinya negara Islam, akan menjadikan banyak wilayah NKRI yang akan melepaskan diri, Beliau langsung menentang keras dengan menyatakan, bahwa pidato itu tidak demokratis serta inkonstitusional. Ia memberi contoh negara Islam yang dibangun Rasulullah saw diMadinah justru membuat kehidupan masyarakat lebih baik, aman serta melindungi dan menjamin hak-hak kehidupan non-muslim. Menyinggung masalah munculnya berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok sparatis Islam adalah kesalahan dari Pemerintah sekuler itu sendiri yang tidak menjadikan Islam sebagai falsafah negara.

Pidato diSemarang
Disaat panas-panasnya suhu politik, Ia dengan lantang berpidato menentang komunis dialun-alun kota Semarang yang saat itu menjadi basis komunis. Didepan ribuan pengunjung, pidatonya yang keras menjadi sorotan hampir semua media dan masyarakat karena aksi-aksinya dalam menolak ideologi tak ber-Tuhan ini. Strateginya dalam menyibak rahasia perlawanan kaum komunis banyak menginspirasi masyarakat yang membuat para petinggi Masyumi terperangah. Mereka tak menyangka pengaruh orasi lelaki tambun yang biasa disapa “Napoleon Masyumi” ini dapat membuat masyarakat bangkit dengan munculnya gerakan yang menentang koalisi PNI-PKI menjelang Pemilu 1955. Disaat koalisi PNI-PKI berhasil “mengganjal Masyumi, dengan cepatnya ia mengajak masyarakat membentuk Front Anti Komunis yang semakin tumbuh subur kemudian menyebar keseluruh Nusantara. Menurut Isa, komunisme adalah musuh paling berbahaya di tanah air, karena mereka menganggap agama hanyalah candu yang mengekang manusia, untuk itu paham ini tidak boleh hidup diatas bumi pertiwi Nusantara,.......harus musnah selama-lamanya.

Perjuangannya tak pernah berhenti, meskipun menjelang ajal. Hal ini terbukti, meskipun dalam kondisi sakit, Beliau tetap memberikan khutbah Iedul Fitri. Selang satu hari, yaitu 11 Desember 1969 atau 2 Syawal H, akhirnya sang Mujahid penegak syariah Islam ditanah air ini pulang kerahmatullah dengan meninggalkan sejuta semangat perjuangan.(Imm)

***************************************************************
spot
Hidupnya untuk jihad
Sepanjang hidupnya hampir tak pernah lelah berjuang dalam menegakkan syariah Islam. Hal ini bisa dilihat pada pria kelahiran Ranah Minang, Sumatra Barat, 1 Juli 1916 ini setelah menamatkan MI sudah menjadi kader PSII dan mubaligh Muhammadiyah ditanah kelahirannya.
Setelah hijrah kekota Bandung di awal perjuangannya, Ia memimpin Persatuan Muslimin Indonesia dan Persatuan Pemuda Indonesia cabang Bandung yang kemudian mendirikan cabang Muhammadiyah disana. Anshary juga sempat menjadi wartawan dibeberapa media seperti Aliran Islam, Perbincangan dan Pelita Andalas.

Tidak ada komentar: