Jumat, 26 Oktober 2007

Ruwatan Sukerto Dataran Tinggi Dieng

Ruwatan Sukerto Dataran Tinggi Dieng


Jika kita mengunjungi obyek wisata Dataran tinggi Dieng, maka akn menemukan anak-anak yang berambut gimbal. Masyarakat disana menamakan “Rambut gimbal” atau “Anak Bajang”.
Menurut kepercayaan orang-orang disana yang sudah menjadi keyakinan secara turun temurun ini sangat dipercaya akan membawa dampak petaka jika dilanggar, namun akan menjadi pengayom, keselamatan, serta keberuntungan jika aturan itu dipatuhi. .
Ciri-ciri anak bajang ini mulai kelihatan sejak bayi berusia 40 hari yang ditandai demam yang tinggi. Mereka percaya bahwa anak tersebut adalah anak-anak kesayangan roh-roh gaib penunggu Dataran Tinggi Dieng yang dititipkan penguasa Laut Selatan, Nyai Roro Kidul. Sehingga jika sudah saatnya nanti, anak-anak tersebut akan diminta kembali oleh sang Ratu. Oleh sebab itu bagi orang tua yang memiliki anak bajang, diperlakukan dengan sangat istimewa. Apa pun yang diminta sang anak harus dikabulkan. Jika tidak, orang tua mereka percaya akan dapat malapetaka yang menimpa dirinya. Untuk itu bagi orang tua yang mempunyai anak bajang, ketika menginjak usia enam tahun harus mengadakan ruwatan khusus untuk memotong gimbalnya sebagai penanda berakhirnya masa titipan anak dari sang Ratu

Mitos lainnya menceritakan, konon anak bajang yang sudah ada sejak ratusan tahun silam ini adalah titisan Kiai Kaladete, manusia pertama yang membuka didaerah Dieng dan sekitarnya. Kiai Kaladete bersumpah tidak akan mandi dan memotong rambutnya sebelum desa yang dibukanya makmur, sehingga kelak jika ada keturunannya yang mempunyai ciri seperti dirinya, pertanda akan membawa kemakmuran bagi desa yang ditinggalinya. Karena itu perlu ritual khusus untuk memotong rambut gimbalnya agar tidak terkena petaka dikemudian hari.

Persekutuan dengan jin
Adapun prosesi ruwatan yang dipimpin langsung oleh tokoh spiritual setempat itu sendiri terdapat berbagai ketentuan yang harus dilaksanakan sebelum puncak acara agar dijauhkan dari gangguan jin dan setan.Yaitu wajib melakukan perjalanan spiritual ke beberapa lokasi seperti Tuk Bimo Lukar, untuk meminta izin Sang Bahurekso, Pangeran Bimo, lalu ke puncak Gunung Kendil. untuk menghaturkan caos dahar (persembahan) kepada roh leluhur Kiai Kaladete dan Nyai Larascinde hingga berakhir di Pertapaan Mandalasari Gua Semar untuk bersemedi. Esok paginya prosesi ritual pemotongan rambut yang sudah lengkap dengan segala persaratan dan sesajian dimulai dengan diawali pagelaran seni tradisional tari topeng, yang disuguhkan untuk menyenangkan para penguasa jagat mistik dedemit. Setelah itu sianak yang diruwat dinaikkan ke kereta kuda untuk diarak menuju Telaga Warna, yang diiring barisan pembawa sesaji serta beberapa syarat permintaan sang anak bajang tersebut. Barulah rambut gembel dipotong oleh tokoh spiritual yang potongannya dibawa ke pinggir Telaga Warna untuk dikembalikan kepada pemiliknya, sang penguasa Laut Selatan Nyi Roro Kidul dengan cara dilarung. Konon jika permintaan sianak tidak dipenuhi orang tuanya, maka rambut gimbal itu akan tumbuh lagi. Memang, semua itu sulit diterima akal sehat. Tapi, agaknya, masyarakat setempat berkeyakinan cerita rakyat tak membutuhkan pembuktian ilmiah sehingga seolah-olah kehadiran bocah-bocah berambut gembel itu justru memperkokoh keyakinan tentang keberadaan para leluhur mereka
Alangkah sayangnya perilaku mereka. Baginya, ritual yang disertai dengan percaya pada tempat keramat, klenik dan sesajen karena takut dari gangguan jin ini akan mendatangkan keberuntungan serta manfaat. Namun apa yang terjadi kebalikannya, sesungguhnya,........hanya kesesatan dan kesyirikanlah yang membawa kejurang kehancuran akidah serta batalnya syahadah seseorang Muslim yang berbuah neraka. Hal ini telah diterangkan dalam firman-Nya yang berbunyi :
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Ma’idah 72)

Pemborosan
Disisi lain,..bayangkan!, untuk memotong rambut saja, mereka harus menggelar hajatan besar yang melibatkan masyarakat seluruh desa. Jika dipikir secara rasional, manfaat apa yang didapat hingga harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, meskipun berasal dari sumbangan pemerintah setempat serta masyarakat yang kebanyakan sebagai petani tembakau ini? Hanya pemborosan dan berlebih-lebihan seperti ini sama sekali tidak bermanfaat yang mereka dapat. Sedangkan harta mereka adalah milik Allah yang diamanatkan, dijaga serta dinafkahkannya dengan sebaik-baiknya, bukan untuk pemborosan belaka, apalagi sampai perseketuan dengan setan.

Ironisnya lagi, ketika ritual itu dilaksanakan, segenap masyarakat desa dari petani hingga pegawai negeri tumplek blek ikut menghadiri, sedangkan kantor-kantor serta instansipun semua diliburkan hanya untuk mengikuti upacara yang tidak tahu tentu arahnya ini. Dari sinilah seharusnya para tokoh muslim setempat untuk secepatnya menghentikan perbuatan-perbuatan seperti ini dengan memberikan sosialisasi tentang dampak kesesatan ritual ini serta menerangkan jika semua kejadian yang ada didunia ini semuanya hanya dari Allah, bukan kehendak jin, setan, maupun dedemit .(Imm).

Tidak ada komentar: