Senin, 12 November 2007

Suami Durhaka pada Mertuaa

Urusan selingkuh atau larinya suami dari istri itu sebenarnya bukanlah masalah pelet memelet, tetapi masalah kelakuan atau perilaku tidak bertanggung jawab dari suami atau kemungkinan juga masalah keluarga itu sendiri. Mungkin suami sibuk mencari-cari paranormal dengan menghabiskan uang secara sia-sia.

Sungguh sayang jika potensi seseorang terkuras, pikiran tertekan jika hanya saling menyalahkan, saling tuduh dan sebagainya, toh ternyata akibatnya sama saja. Untuk itu tidak usah dan tidak perlu mengkambing hitamkan klenik, mistik atau apaa sajalah yang berhubungan dengan itu, hanya orang kurang beriman yang suka begitu.

Jika seoran suami yang berani dengan mertua, dan tidak bertanggung jawab dengan keluarganya, ia adalah laki-laki pengecut, berdosa sangat besar sekali kepada ibunya dan kepada anak istrinya. Percayalah orang seperti itu jika tidak segera tobat, pasti akan segera mendapat hukuman Allah.

Selanjutnya, apa yang dilakukan oleh sang ibu marah aatau benci kepada orang tersebut itu tidak masalah karena ia sangat marah kepada anaknya, jadi wajar saja jika ia mengeluarkan kebencian dan kemarahan kepada anaknya yang tidak bertanggung jawab itu. Sang ibu tentu malu kepada menantunya dan merasa bersalah karena gara-gara anaknya sang menantu disia-siakan. Jadi saya kira wajar-wajar saja sang ibu demikian, justru anaknya yang memang tidak baik.

Mungkin tidak ada ketentuan jika dibenci orang tua jasadnya tidak akan diterima dibumi.. Bahkan orang yang kafir sekafir-kafirnya saja diterima bumi dan tidak ditolak ketika dikubur, apalagi ibu tadi. Jadi kalau ada cerita bahwa jika orang yang tidak baik akan ditolak bumi, itu hanya ada di sinetron saja. Toh kalau ada hanya sekali-kali, berlaku untuk semuanya, jadi tidak bisa dijadikan tolok ukur.

Kemudian, tidak ada dosa turunan didalam islam, tidak ada pelimpahan tanggung jawab dosa bagi keturunan didalam islam. Jadi pandangan seperti itu adalah salah dan ngelantur. Sebagai bukti adalah Nabi Ibrohim, dimana bapaknya adalah seorang kafir dan tokoh penyesat. Tetapi kenapa anaknya menjadi Nabi yang sangat disayangi Alloh ? Dan apakah penderitaan Nabi Ibrohim didalam kehidupannya akibat dari kekafiran bapaknya ? Tentu tidak bukan ? Tetapi karena ujian Alloh. Nah demikian pula keluarga ibu. Untuk itu sebaiknya seorang suami yang durhaka aagar :

1. Jika ibu masih mencintainya dan masih membutuhkannya, tawarkan (maaf) untuk berpoligami dengan adil baik pembagian waktu dan nafkah serta harta. Hal ini penting demi status ibu dan anak-anak.
2. Jika ibu merasa tidak sanggup untuk dimadu, maka ajukan saja gugatan cerai ke pengadilan dari pada terkatung-katung statusnya. Tetapi tentu saja dengan resiko yang lebih besar dari yang pertama.
3. Jika ibu memang masih sabar dan masih menunggu silahkan itu hak ibu, tetapi anda harus mendatanginya untuk bertanggung jawab terhadap nafkah anak-anaknya. Jika ia tidak mau harus dipaksa melaui kantor atau jika tetap tidak bisa bisa melalui pengadilan agama.

Tidak ada komentar: