Jumat, 07 Maret 2008

Dilematis Istri Mengatasi Perselingkuhan Suami

“Assalamu’alaikum……” Ucap Firman saat memasuki halaman rumahnya setiap kali pulang kantor. “Wa alaikum salaam……itu ayah datang, ayo adik salim..” jawab Heni dengan senyum manis, ia bangkit dari kursi teras dengan putranya untuk menyambut. Begitulah yang dilakukan ibu muda tersebut setiap sore saat menanti kedatangan suaminya. Ia selalu berpenampilan rapi, dandanan menarik dan cantik, seolah bagaikan mau menyambut suaminya diatas ranjang. Suasana rumah tangga Heni dan Firman dengan putra satu-satunya Jefri selama hampir lima tahun selalu harmonis. Mereka membangun mahligai cinta dengan rasa ikhlas dan penuh keterbukaan sehingga keduanya saling mengerti, mengisi menghormati dan selalu romantis.

Namun suasana tersebut kini telah terusik dengan beredarnya gosip perselingkuhan antara Firman dengan teman sekantornya. Heni yang semula hanya diam lama-lama tak kuasa menahan kesabaran atas sikap suaminya yang dianggap mengkianati cintanya. Sikap yang dulu manja kini lebih banyak diam, sering murung dan pemarah. Suasana romantis dan mesra dalam menyambut suaminya saat pulang kerja kini sudah tidak dijumpai lagi. Sikapnya lebih banyak acuh tak acuh, selalu menghindar dihadapan suami. Keributan-keributan kecil yang berubah menjadi pertengkaran sering terjadi, bahkan Heni sampai pulang keorang tuanya selama berhari-hari. Rumah tangganya yang dulu tentram damai, kini terancam rusak dan hancur akibat kasus yang bernama “perselingkuhan”.

Kejadian yang menimpa pasangan Firman-Heni ini salah salah satu contoh dari jumlah-jumlah kasus perselingkuhan yang sering kita jumpai. Meskipun ketika akad nikah, semua pasangan suami-istri selalu mengucap janji-janji “ Akan saling mencintai, membangun, menjaga bahtera rumah tangga....dan lain-lain-dan lain-lain” , namun fakta dimasyarakat berbicara lain. Lihatlah, dimana-mana, betapa banyaknya, betapa mudahnya kasus-kasus perselingkuhan Mereka dengan enaknya mengatakan “selingkuh itu indah, selingkuh itu...bla-bla-bla....pokoknya banyak istilahnya”, seolah menjadikan perselingkuhan sesuatu yang trend serta populer dimasyarakat. Disisi lain istri yang semula percaya, sepenuhnya tawadhu pada suami, harus menanggung luka, sakit hati, derita dimadu cinta, dan cemburu berkepanjangan. Akhirnya jalan pintas yang mereka tempuh, broken home, perceraian, bahkan ada yang jatuh korban, sementara sang suami terus berkubang dalam jurang perzinahan. Jika sudah begini apa dan siapa yang salah ?

Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah masalah yang sangat kompleks dan pelik, meski kedengarannya "biasa". Namun kita harus benar-benar berpikir secara jernih, objektif, proporsional dan bijak dalam melihat masalah ini. Dimanapun juga yang namanya selingkuh, dengan atau tanpa hubungan seks jelas-jelas haram hukumnya. Bahkan dinegara-negara Barat yang terkenal dengan sekulerisme dan hidonismepun juga tidak membenarkan. Pernikahan dianggap “wadah” yang steril dari perselingkuhan, dan kesetiaan menjadi mutlak seratus persen bagi suami-istri, tak peduli berapapun umur dan pernikahan. Secara simpel tentu saja perselingkuhan dalam rumah tangga akan berdampak buruk dan negatif bagi siapa saja.

Namun kita juga harus bisa melihat, menilai secara objektif dan proporsional apa "latar belakang” dan “penyebab" kasus ini. Kita tak bisa memberi cap suami "peselingkuh" tersebut sebagai orang bejat, tidak bermoral, atau orang tak beragama. Karena realitanya, tak sedikit "peselingkuh" tersebut termasuk tipe suami yang baik, dan bukan tipe orang yang "gatel", brengsek, dugem, senang kelayapan dan paly boy.

Faktor utama suami berselingkuh, jelas.... yang utama karena menipisnya keimanan, kurangnya pengetahuan tentang agama. Namun ada lagi yang tak kalah pentingnya penyebab para suami mencari “rasa lain”. Yakni "ketidakberesan" di dalam rumah tangga, meski sekecil apa pun. Berbagai beban, tekanan, dan problem hidup yang menumpuk serta bervariasi baik dari masalah ekonomi, anak, psikis, komunikasi yang buruk, tempat tinggal terpisah di kota yang berjauhan, masalah pekerjaan, perbedaan status sosial, pendidikan yang mencolok, perbedaan persepsi dan idealisme yang mencolok, "terjebak" pada rutinitas, kejenuhan, dan seksual, semua itu jika dibiarkan berlarut-larut bisa menjadi bom waktu yang dapat meledak kapanpun.

Kehadiran WIL (wanita idaman lain) memang banyak dituding sebagai biang kerok. Bagi “sikorban” istri yang jiwanya lemah, hanya kepasrahan dan linangan air mata yang berharap suaminya kembali seperti dulu lagi. Namun, bagi istri yang tegas, galak, suasana panas akan selalu menghiasi rumah tangga dengan pertengkaran-pertengkaran yang berujung penceraian, broken home dan kehancuran. Tapi benarkah semua “kesalahan” itu harus ditimpakan kepada sang suami atau WIL ? Kalau rumah tangga mereka “baik-baik”, kenapa sampai terjadi “drama cinta segitiga” didalam keluarga ?

Karena itulah bagi istri-istri yang menjadi korban dimadu cinta, sudah saatnya untuk membuang jauh-jauh “cemburu buta”, arogan, kekanak-kanakan dan egoistis. Tapi sebaliknya mari berpikir lebih dewasa, bijak, jernih, bermartabat dan kembali pada aturan Allah. Ingat ! Islam mengharamkan selingkuh, tapi menghalalkan berpoligami, meski sangat berat dan rumit saratnya. Disisi lain, diri sendiri, masih adakah sesuatu yang “kurang” dalam diri maupun rumah tangga sehingga suami mulai berubah? Jika benar, cepatlah “perbaiki” apa maunya, dengan saling terbuka, dan jujur bersama suami.

Janganlah kasus yang merupakan masalah "besar" dalam rumah tangga ini menjadi semakin "besar" dan "melebar" ke mana-mana, yang pada akhirnya bukan hanya terjerumus kedalam “lembah perzinahan”, aib yang terekspos kepada umum. Tapi juga masalah "inti"-nya tidak akan terselesaikan, dan justru akan menyebabkan kehancuran, yang semakin menambah penderitaan, luka, duka dan air mata (Maulana)


Spoot
Poligami Menurut Syariat Islam
Apabila seorang suami yang ingin berpoligami, ada beberapa ketentuan yang telah diatur oleh Islam. Diantara hak setiap istri dalam poligami adalah sebagai berikut :
- Memiliki kemampuan untuk adil dalam bermuamalah dengan istri-istrinya, yaitu dengan memberikan, menyamakan hak dan nafkah kepada masing-masing istrinya.
- Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri. Firman Allah berbunyi :”Allah berfirman, “Menetaplah kalian (wahai istri-istri Nabi) di rumah-rumah kalian.......(QS Al Ahzab 33)”. Dalam ayat ini Allah menyebutkan rumah Nabi SAW dalam bentuk jamak, sehingga dapat dipahami bahwa rumah beliau tidak hanya satu.
- Memberikan hak para istri dengna seadil-adilnya. Dari Anas bin Malik, Kebiasaan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila menggilir istri-istrinya, beliau mengunjungi semua istrinya dan baru behenti (berakhir) di rumah istri yang mendapat giliran saat itu.(HR Muslim).
- Batasan Malam Pertama Setelah Pernikahan. Dari Anas bin Malik bahwa termasuk sunnah bila seseorang menikah dengan gadis, suami menginap selama tujuh hari, jika menikah dengan janda, ia menginap selama tiga hari. Setelah itu barulah ia menggilir istri-istri yang lain. (HR Bukhari)
- Tidak wajib menyamakan cinta dan jima’ di antara para istri, namun wajib memberi giliran diantara kedua istrinya secara adil. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima’

Karena itu bagi suami yang akan berpoligami hendaknya melihat kemampuannya, janganlah pahala yang dinginkan, malah berbalik dengan dosa dan kerugian. “Barangsiapa yang mempunyai dua istri, lalu ia lebih condong kepada salah satunya dibandingkan dengan yang lain, maka pada hari Kiamat akan datang dalam keadaan salah satu pundaknya lumpuh miring sebelah.”(HR Muslim).

Tidak ada komentar: