Rabu, 09 April 2008

Perjuangan Kartini di Mata Islam



Seratus dua puluh delapan tahun yang lalu lahirlah sosok Kartini yang berhasil mengangkat harkat-martabat kaum wanita pribumi dari jurang kebodohan. Surat-surat, tulisan dan pemikirannya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar yang terkenal Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air). Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu


Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan bahwa pandangan: dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu. Beliau juga mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Baginya, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan tersedia untuk dimadu pula.


Pasca wafatnya Kartini, muncullah tokoh-tokoh pergerakan wanita yang mengikuti jejaknya. Sebut saja Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis dan masih banyak lagi. Mereka juga medobrak keterbelengguan peribumi oleh penjajah. Berjuang dengan pergerakan yang spektakuler bagi wanita Indonesia saat itu. Sebuah perang dengan cara moderat tanpa adu kekuatan fisik, akan tapi adu otak, adu harga diri. Tak berselang lama kebangkitan harga diri pribumi mulai naik hingga kita sebut sebagai jaman Kebangkitan Nasional, tidak hanya bangkit meruncingkan bambu, tapi juga meruncingkan pikiran, mengasah otak melalui kata-kata, baik di forum diskusi maupun di media cetak jauh sebelum dunia menyuarakan, meneriakkan, mempoklamirkan emansipasi wanita

Sekarang, jaman sudah banyak berubah. Para penerus perjuangan Kartini rupanya tak pernah berhenti.. Lebih-lebih setiap tanggal 21 April, meskipun tidak semeriah Proklamasi Kemerdekaan, para aktivis khususnya kaum wanita berteriak menyuarakan kesetaraan, harkat, martabat dan kesetaran gender yang cukup menggugah kaum hawa.
Mereka mengklaim dengan perjuangan Kartini, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis menjadi tonggak... dan tonggak sejarah merdekanya kaum wanita dari korban eksploitasi, ‘budak’ pria, kebodohan serta kebangkitan emansipasi wanita..

Mari kita lihat lebih dalam, sampai dimana keberhasilan para pejuang pergerakan wanita dan para aktivis-aktivis perempuan sehingga mereka di bangga-banggakan menjadi pahlawan, pembela hak-hak asasi kaum hawa ? Sementara diberbagai tempat kita masih temukan kasus-kasus yang menyudutkan kaum perempuan. Di sisi lain masih banyak wanita dengan bangganya mengeksploitasi dirinya, tubuhnya tanpa mengindahkan adab, moral, etika maupun budaya agama serta ketimuran. Apakah itu yang namanya emansipasi wanita ? Kebangkitan perempuan ? Kesetaraan gender ?

Tengoklah empat belas abad yang lalu, jauh sebelum Kartini dan kawan-kawannya berjuang medobrak keterbelengguan peribumi oleh penjajah. Ketika itu pada jaman jahiliyah, derajad wanita yang sebelumnya di anggap hina dengan posisi sangat rendah, selalu di campakkan, bahkan mau dibunuh karena dianggap suatu aib bagi keluarga yang melahirkan. Tetapi ketika Islam datang, Rasulullah menyampaikan........, maka lahirnya pejuang-pejuang wanita muslimah yang jauh-jauh lebih hebat, dan dampaknya dapat kita rasakan hingga saat ini.

Sebutlah ! Siapa yang tak kenal Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Juwairiah binti Harits, Maimunah binti Harits, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy, Fatimah binti Muhammad, Ummi Kultsum binti Muhammad dan masih banyak lagi.. Tanpa dikenal sejarah umum, tak oernah dirayakan hari lahirnya, tak pernah dibangga-banggakan, di gembar-gemborkan, mereka hampir terlupakan, tapi mereka justru jauh lebih berhasil “memerdekakan” derajat kaum hawa bukan hanya di dunia saja tapi akheratnya juga.


Mereka-mereka itu bukan saja pahlawan teoritas saja, tapi lebih dari itu....berani mengangkat senjata, berani menghadapi lawan-lawan yang jauh lebih kuat, jauh lebih hebat demi tegaknya kalimat Tauhid.
Lihatlah sabda Rasulullah dalam hadistnya :

Kami pernah bersama nabi SAW dalam peperangan, kami bertugas memberi minum para prajurit, melayani mereka, mengobati yang terluka, dan mengantarkan yang terluka kembali ke Madinah.” Ummu Haram ra, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra , dimana ia berkata:“Nabi SAW bersabda : “Sejumlah orang dari ummatku menawarkan dirinya sebagai pasukan mujahid fi sabiliLLAH. Mereka mengarungi permukaan lautan bagaikan raja-raja di atas singgasananya.” Lalu tiba-tiba Ummu Haram ra berkata: “Ya RasuluLLAH, doakan saya termasuk diantara mereka itu.” Lalu Nabi SAW mendoakannya…”

Merekalah sanita-wanita yang telah memberikan suri tauladan mulia untuk keberlangsungan emansipasi wanita, bukan saja hak yang mereka minta akan tetapi kewajiban sebagai seorang wanita, istri,anak atau sahabat mereka ukir dengan begitu mulianya seoptimal mungkin menurut konsep al-qur’an dan assunnah. Dialah wanita yang mampu menyelaraskan fungsi, hak dan kewajibannya. Dan semua ini tertulis dengan lengkap dan jelas dalam surat At-Taubah 71, An-Nisa 34, Al-Baqoroh 233, Al-furqan 33 dan Ali Imran104 -110.
Karena itulah jika kita cermati bagaimana para pejuang muslimah dahulu berbeda jauh dengan sekarang. Sesungguhnya fenomena muslimah hari ini (kebanyakan telah menyimpang jauh dari Allah dan RasuINya), dan kehilangan jati dirinya sebagai muslimah adalah hasil dari rekayasa mereka yang menghendaki ajaran Islam itu kabur, sulit difahami dan terkesan kolot (terbelakang) serta menghambat kemajuan.
Para wanita yang dalam Islam sangat dihormati dan dimuliakan digugat. Aturan-aturan Islam yang tinggi dan sempurna dituding sebagai biang keladi ‘terbelakangnya’ para wanita Islam. Dengan berkedok penerus Kartini, musuh-musuh Allah yang lantang meneriakkan isu hak asasi, kebebasan, modernisasi, dan persamaan inipun menyerang masalah poligami,hak menthalaq, hak warisan, masalah hijab, dan sebagainya sebagai hal-hal yang melemahkan Islam. Islam dikatakan telah merendahkan harkat dan martabat wanita, sedang Barat lah yang mengangkat dan memuliakannya. Cobalah kita bandingkan dunia Islam dan dunia Barat, pada satu sisi mereka maju di bidang duniawi yang pernah dimiliki kejayaan islam, tapi kita lihat hubungan – hubungan sosial mereka, hubungan antara masyarakat, suami dan istri orang tua dan anak dan lain sebaginya ? Islam lebih gemilang dengan hal-hal itu.


Pada akhirnya sebagai wanita muslimah harus selalu menyiapkan dan meningkatkan kualitas keislaman kita, agar tidak terpengaruh dengan slogan- slogan barat yang akan menghancurkan pilar-pilar Islam dan menyilaukan mata kita.Selamat hari Kartini semoga wanita Indonesia bisa lebih meningkatkan khazanah keislamannya dan menghasilkan karya-karya besar untuk kemajuan Indonesia dan Islam pada umumnya,amin Allahumma amin.



.
...

1 komentar:

Unknown mengatakan...

bagaimana kalau semua hal sudah dicoba seperti, Sabar, menasehati istri, memberi pengetahuan agama tentang seharausnya menjadi seorang istri, meminta udztad menasehati istri, dll. karena saya merasa sudah semua hal yang diusahakan agar istri bisa bersyukur dengan penghasilan suami tetapi istri tetap saja tidak mengerti, padahal untuk kebutuhan nafkah sudah terpenuhi. tapi masih saja kurang. Ketika penghasilan lebih, cintanya luar biasa, tapi kalau sudah kekurangan sedikit selalu saja jadi pertengkaran besar sehingga saya sudah merasa tidak tahan lagi dengan sikap istri saya. saya merasa sangat tesiksa dengan sikap istri saya. sama seperti pribahasanya "ada uang abang ku sayang, tak ada uang abang ku tendang" mohon solusinya. terimakasih