Senin, 03 Maret 2008

Peringatan Maulid Nabi yang Benar




Ma’asyirol Mukmiunin rakhimakumullah............
Setiap bulan Rabi'ul Awwal datang, kaum Muslim di negeri ini (bahkan juga dunia) mulai disibukan dengan acara untuk mengenang kelahiran Nabi Agung Muhammad SAW yang kerap disebut Maulid Nabi. Meskipun sifatnya bukan hari besar (raya) Islam, jika ditilik dari perspektif Alquran maupun hadis. Karena, hanya Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari rayanya.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sendiri secara seremonial sebagaimana yang kita lihat sekarang ini, dimulai oleh Imam Shalahuddin Al-Ayyubi, komandan Perang Salib yang berhasil merebut Jerusalem dari orang-orang Kristen. Akhirnya, setelah terbukti bahwa kegiatan ini mampu membawa umat Islam untuk selalu ingat kepada Nabi Muhammad SAW, menambah ketaqwaan dan keimanan, kegiatan ini pun berkembang ke seluruh wilayah-wilayah Islam, termasuk Indonesia.

Ma’asyirol Mukmiunin rakhimakumullah............
Sebagai umat Islam kita sudah sepantasnya memperingati atau mengingat kelahiran Nabi beserta sejarah perjuangannya. Memperingati Maulid boleh-boleh saja kita lakukan selama dalam pelaksanaannya tidak keluar pada syariat. Nabi sendiri tidak pernah menganjurkan hari lahirnya diperingati Karena tidak pernah menyuruh, maka secara spesial pula, hal ini tidak bisa dikatakan "masyru'" (disyariatkan). Namun, juga tidak ada larangan secara sharih (eksplisit). Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah "mengingat kembali hari kelahiran beliau, atau peristiwa-peristiwa penting lainnya dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada kejadian itu". Misalnya, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itu bisa kita jadikan sebagai bentuk "mengingat kembali diutusnya Muhammad SAW" sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja kita bisa mendapatkan semangat-semangat khusus dalam beragama, tentu ini akan mendapatkan pahala. Apalagi jika peringatan itu betul-betul dengan niat "sebagai bentuk rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW". Misalnya dengan melakukan sesuatu yang dapat menumbuhkan semangat serta meningkatkan iman dan takwa dengan mengngkaji apa yang dituntunkan Nabi kepada kita, mengingatkan kembali sejarah perjuangan Nabi atau mengadakan berbagai aktivitas yang sifatnya sosial
Karena Tasul pernah bersabda :
“Barang siapa yang melahirkan aktifitas yang baik, maka baginya adalah pahala dan (juga mendapatkan) pahala orang yang turut melakukannya”. (HR Muslim)

Jamaah Jum’ah yang berbahagia..............
Yang tidak kalah penting untuk diungkap sebagai refleksi dalam Maulid Nabi adalah menelisik kembali pesan-pesan bermanfaat yang dikandungnya untuk diungkap adalah: egalitarianisme, kebebasan, dan keadilan. Ketiga prinsip inilah yang ditanamkan secara kuat oleh Nabi kala itu sehingga sistem politik yang digariskan Muhammad di Madinah dan dikembangkan khalifah-khalifah awal, khususnya Umar ibn Khattab, Abu Bakar, Ustman, Ali dan sesudahnya adalah sesuatu yang terlampau maju bagi organisasi politik Arab pada masa itu, tidak pernah ketinggalan jaman dan masih sangat dibutuhkan hingga sekarang ini. Karena itu jika kaum muslim di negeri ini mau mengacu dan meniru dengan sistem yang diterapkan Rasulullah baik dari segi hukum, sosial, politik maupun ekonomi, insya Allah bangsa kita tidak seburuk sekarang ini. Sayang para pemimpin bangsa ini tak bisa semudah Nabi dalam memajukan bangsa? Tak lain karena nilai-nilai profetik yang dibawa Nabi tak lagi dijalankan. Semua tinggal slogan dan retorika.

Ma’asyirol Mukmiunin rakhimakumullah............
Di sisi lain lihatlah ! kebanyakan bangsa kita ini setiap peringatan Maulid Nabi, selalu terkesan monoton, hanya itu-itu terus. Dengan dalih mengingat, membaca dan mencintai Rasulullah mereka memperingatinya dengan tata aturan berbeda-beda yang tidak pernah di anjurkan Nabi atau tidak sesuai syariat Islam. Misalnya ada satu sesi yang tidak pernah tertinggal bahkan seolah menjadi syarat penting, yaitu pembacaan Kitab Al Barzanji karya Syekh Ja'far Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M), Al Diba'iy, Syaraful Anam, Al Habsyi, dan Al Burdah. Itu semua adalah karya sastra yang bertutur tentang riwayat kehidupan Muhammad yang disuguhkan dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Isinya mencakup silsilah Muhammad, kehidupannya dari masa kanak-kanak hingga menjadi rasul, dan sifat-sifat mulia yang dimilikinya, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan manusia..Sejatinya, dalam Maulid kita tidak sedang membuat sebuah upacara ritual, tidak menambah-nambah acara, do’a atau bacaan-bacaan yang bersifat mengada-ada atau termasuk bid’ah. Semua itu akan menjadikan sesuatu perkara yang termasuk bid’ah dalam Ad-Dien yang hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. (HR Abdu Daud, At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih)

Dalam kesempatan lain Rasulullah juga menyatakan "Setiap yang baru dalam agama adala Bid'ah". Untuk mensinkronkan dua hadist tersebut adalah dengan pemahaman bahwa setiap tindakan yang jelas bertentangan dengan ajaran agama disebut "bid'ah".
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak

Maka dari itu, marilah selagi kita mempunyai kesempatan yang selebar-lebarnya,…Dalam setiapperingatan Maulid Nabi sebaiknya kita merenungkan dan mengisi batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita. Tidak hanya dalam bentuk cerita-cerita yang mengagumkan, tapi juga semangat keteladanan dalam menjalani realitas kehidupan. Selanjutnya dengan peringatan Maulid Nabi ini kita dapat terus belajar, meniru dan melaksanakan semua sistem, aturan dan cara bagaimana Rasul ketika memimpin umatnya dulu sehngga membuat bangsa kita ini maju, modern sesuai syariat Islam yang sebenarnya. Sedangkan setiap Peringatan Maulid merupakan upacara seremonial (bukan ritual) yang berkaitan dengan kesejarahan dan memiliki fungsi integratif. Sebagai seremoni, ia mewujud dalam beragam bentuk tergantung kreativitas atau inovasi masyarakat.(Maulana)


.

Tidak ada komentar: