Senin, 21 Januari 2008

Mencari Keridhoan Allah Dari Amal dan Sedekah

Sudahkan kita menyadari amal atau sedekah yang selama ini kita keluarkan hanya semata-mata ikhlas karena Allah ?

Setiap manusia yang beramal atau bersedekah, pasti mempunyai niat atau tujuan yang beraneka ragam. Dari amal yang bersifat kecil, seperti memberi sesuatu pada tetangga, pengemis dijalan hingga menyumbang bahkan mendirikan masjid atau madrasah. Sebenarnya perbuatan ini sangat mulia, serta dianjurkan oleh Rasul. Allah akan memberi balasan yang berlipat jika semua dilandasi dengan rasa ikhlas dan ridho karena Allah. Apalagi jika hasilnya dipakai secara terus-menerus, seperti menwakafkan tanah untuk masjid, madrasah, makam dan lainnya. Pahalanya akan semakin bertambah terus selama ada orang yang menggunakannya untuk kemaslahatan. Tapi, masih banyak dari mereka yang kurang atau tidak menyadari bahwa semua amalan tersebut selalu mengandung resiko serta godaan yang akan menghapus pahala dari perbuatan itu sendiri. Niat yang semula ikhlas dan ridho hanya untuk Allah tanpa dirasa, pelan-pelan akan melenceng dari tujuan semula.

Misalnya niat hati mau menyumbang pembangunan masjid dengan ikhlas karena Allah. Tapi ketika disitu hadir seorang tokoh yang disegani atau pembesar hadir, tanpa disengaja dan disadari, dalam hati kita sedikit saja merasa bangga jika sumbangannya diketahui oleh mereka dengan harapan mendapat perhatian atau sanjungan. Kemudian contoh yang lain misalnya. Ketika kita memberi sedekah pengemis dengan jumlah yang banyak dengan niat hati yang ikhlas karena hanya mengharap pahala dari Allah. Tanpa sengaja kita ceritakan kepada orang lain tentang perbuatannya tadi.

Dari sinilah setan membuat jebakan godaan halus melalui sifat yang dinamakan ‘pamer’ yang berujung riya dan berakibat hangusnya pahala amalan. Berapapun amalan seseorang, jika sudah terkontaminasi penyakit ini maka akan sia-sialah mereka. Setelah kita mengetahui semua ini, lalu apa yang harusa kita lakukan ?

Sebenarnya mudah dan gampang yaitu, ilmu dan ikhlas dalam hal ibadah yang harus seimbang dan jangan sampai dipisahkan. Ilmulah yang menjadi pegangan dan pembimbing manusia untuk mengetahui kebenaran. Bagaimanapun tekunnya seseorang melaksanakan ibadah jika tidak dilandasi dengan ilmu yang benar, maka ia akan tersesat. Berbeda dengan ilmu yang benar sudah dimiliki, maka seseorang dalam menjalankan ibadah sesuai dengan tinggal bagaimana kita menjalankan ibadah yang benar hingga akhirnya timbullah rasa keikhlasan dari dalam hatinya. Dari sini seseorang akan menyadari dan tahu bagaimana sikap ikhlas yang menuntun jiwa kita hanya untuk melakukan sesuatu karena Allah, bukan karena ingin disanjung atau dipuji.(masIm)


.

Tidak ada komentar: