Senin, 21 Januari 2008

Harga Sebuah Toleransi dan Persaudaraan


.

Pada mulanya berdalih toleransi, kerukunan warga, demi persatuan dan macam-macam bahasanya, mereka memanjakan dengan kenikmatan yang serba gratisan demi menerobos sasaran selanjutnya..........

Kawasan “M Indah” Semarang, salah satu perumahan swasta kelas menengah kebawah ini sebenarnya juga belum cukup lama berdiri. Tapi penghuninya sudah padat, tak satupun rumah yang kosong yang tersisa, dan Alhamdulullah penghuninya mayoritas muslim, meski ada yang Islam KTP. Mereka cukup tenang, tentram, damai dan saling toleransi antar umat beragama. Kaum muslim disanapun melaksanakan ibadah juga seperti biasa, sholat berjamaah, mengadakan berbagai kumpulan pengajian dan lain-lainnya. Sementara yang Nasrani juga sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri, mereka saling toleransi, menghormati, dan hidup rukun berdampingan. Itu jika dilihat sepintas dari luar. Namun ketika ditelusuri lebih dalam, rupanya ada sesuatu yang membahayakan, tapi tak pernah disadari oleh kaum muslim disana karena budaya ewuh-prekewuh. persaudaraan
Mulanya orang-orang Nasrani yang dikomandoi Sdrn selalu mendatangi acara Halal bihalal yang rutin rutin diadakan setiap tahun, serta hajatan-hajatan warga dikampung itu. Lalu sebaliknya, ketika kelompoknya Sdrn punya hajatan entah itu selapanan, selamatan atau pernikahan, mereka selalu mengundang para tetangganya yang muslim. Meski sedikit-sedikit dikemas dengan acara yang berbau gereja, namun semua hanya mendengarkan baik lagu pujian atau khotbah pendetanya. Lama-lama Sdrn cs memberanikan diri dalam acara yang lebih religius, kali ini acaranya pada perayaan hari besar Nasrani, dengan dalih kerukunan agama, dan toleransi. Dengan bahasa yang halus dan santun ia berdalih sebagai balasan saat hadir diacara halal bihalal. Hal ini berlangsung hampir tiga tahun berturut-turut, saling bergantian mengundang, dengan acara pokok makan-makan. Karena sifatnya undangan kehormatan dan juga demi menjaga kerukunan, toleransi antar umat beragama di kampung itu, dengan hati lugu dan polos, mereka sama sekali tak pernah menaruh curiga apapun, pokoknya datang, duduk dan makan-makan gratis, selesai. Namun di setiap acara Sdrn cs selalu dikemas secara meriah, menarik yang disisipi dengan menyanyikan lagu-lagu rohani gereja. Walaupun yang melantunkan hanya kelompoknya saja, namun semua ini seolah membuat para tamu yang hadir menjadi terhibur, seperti terhipnotis untuk ikut mendengarkannya. Lambat-laun akhirnya Sdrn cs mulai memberanikan diri mengundang mereka dalam acara hari-hari besar agamanya. Ironisnya para tetangganya banyak yang menghadirinya dengan alasan demi persatuan dan toleransi umat beragama.
Kalau kalau sudah begini....lengkap sudahlah mereka, ikut menghadiri perayaan hari-hari besar Nasrani, meski hanya duduk diam dan makan. Kelompok aktivis gereja itu merasa menang dapat “menyihir”, menjaring dan menanamkan pengaruh pada domba-domba yang tersesat (istilahnya). Meski perjuangannya harus dengan sabar, pelan selama bertahun-tahun dengan beaya yang tidak sedikit pula. Bahkan kelompok Sdrnpun tak segan-segan mengeluarkan bantuan pada orang-orang yang dianggap memerlukan. Mereka tahu jika kaum muslim ikut mengucapkan selamat hari.....apa saja pada hari-hari perayaan Nasrani, apalagi ikut menghadiri, berarti ia sudah ikut meyakini. Sedangkan mereka yang menerima bantuan dengan harapan nantinya dapat mengikutinya. Nah disinilah letak kesalahan fatal saudara-saudara kita yang disana namun sekali lagi...mereka tidak sadari bahwa hal yang demikian itu sangat-sangat keliru.(Imm)
**(sumber Mjn, tokoh masyarakat setempat)**

Tidak ada komentar: