Senin, 21 Januari 2008

Budaya Korupsi Merusak Harga Diri Bangsa dan Agama




Nikmat yang diberikan Allah di negeri kita ini sungguh-sungguh luar biasa. Bayangkan !, negeri yang subur, makmur, gemah ripah loh jinawi, kekayaan alam baik yang di laut maupun di darat semua diperuntukkan kita. Tapi kenapa masih banyak dijumpai rakyat kecil yang masih saja berkubang dalam kemiskinan, kesulitan sandang, pangan, tempat tinggal, tingginya beaya hidup, pendidikan mahal, pengangguran semakin meningkat dan lain-lainnya. Sementara itu para pemimpin, pejabat dan golongan kalangan dengan leluasa menyalah gunakan wewenang, mengambil harata negara dengan jalan korupsi. Mereka saling berlomba memperkaya diri, membuncitkan perutnya masing-masing.

Meskipun berperilaku santun, berpenampilan agamis, bertitel “haji”, alim bahkan suci, namun dibalik semua itu, ternyata ketika terbongkar kebobrokannya, mereka tak ubahnya seorang perampok negara yang bejat tak bermoral melebihi anak jalanan yang tak terdidik. Moral para pemimpin bangsa ini tak ubahnya seperti musang berbulu domba. Mereka tidak mau menyadari jika korupsi hanya akan menyengsarakan bangsa dan negara. Pembusukan rohani sudah menjalar kemana-mana, yang halal dikatakan haram sementara yang haram justru malah dihalalkan.


Lihatlah..! Masih banyak kita jumpai para pemimpin, pejabat yang mengaku muslim, menggunakan kekuasan, dan kewenangannya untuk melakukan tindakan yang melanggar agama ini. Dengan bangga dan tidak malu-malu memamerkan, membanggakan harta kekayaan yang ia peroleh dari cara haram. Dengan bangganya mereka berlomba-lomba dengan kemewahan, pamer kekayaan yang didapat dari pencurian uang negara. Dalam pemiikirannya korupsi sudah dianggap sebagai sesuatu kelemahan manusia yang wajar..., korupsi adalah hal yang normal...., manusiawi..., karena mumpung diatas......, mumpung ada kesempatan...., kapan lagi kalau tidak sekarang....Bahkan ada pula yang malah cemburu dan terangsang untuk tiru-tiru, merasa “ketinggalan zaman”, kalau tidak mengikuti arus ini. Ironisnya lagi, mereka saling menutupi, saling membela agar tidak terbongkar, hingga sampai saat ini masih banyak yang belum atau tidak tersentuh hukum sama sekali. Mereka justru mendapatkan perlindungan, dukungan, perlakuan istimewa bak raja dengan alasan pernah berjasa, atau sosok pahlawan negara.
Akhirnya, kerugian yang disebabkan oleh korupsi bukan hanya berwujud hilangnya harta negara, tetapi juga moral yang membawa bangsa kita betul-betul menuju dekadensi yang sangat parah, memprihatinkan dan amat menyedihkan. Dampaknya, banyak anak-anak kita, generasi yang akan datang terpengaruh oleh “budaya korupsi” yang dipertontonkan oleh orang tua mereka. Sungguh-sungguh sudah merusak budi nurani, serta menurunkan martabat kita sebagai bangsa yang berbudi luhur dan agamis, siapa yang rugi ? Pantaskah mereka dikatakan pemimpin, pejabat yang mestinya harus kita tiru ?


Alangkah malunya,.....alangkah sangat menyedihkan, bila Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam dan merupakan negara muslim terbesar di dunia tetapi angka korupsinya juga tertinggi di dunia !!! Semua akan bertanya-tanya, mengapa bisa terjadi demikian ? Moral para pemimpin bangsa negeri ini berada dalam taraf yang sungguh-sungguh memprihatinkan. Reformasi yang dulu dibangga-banggakan, diharapkan dapat merubah semua ini, memberantas berbagai macam tindak korupsi,....namun semua itu masih diangan-angan. Penegakan hukum dan tindakan aparat belum sepenuhnya tegas, dan optimal, bahkan kadang tanpa merasa malu mereka ikut-ikutan membudayakan. Negara, rakyat kecil, semua dirugikan,...semua kena dampaknya negara-negara lainpun tahu dan jelas, jika negeri ini termasuk negara terkorup.
Lalu bagaimana mencari solusi demikian ini ? Ketika hukum belum bisa ditegakkan dan aparat belum efektif, maka hanya moral yang dilandasi dengan ilmu, iman dan takwalah yang bisa. membangun, memperbaiki moral yang sudah bobrok, jatuh dan bejat, sehingga dapat menyadarkan, menanggulangi, memberantas serta memahami bahwa korupsi adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai agama, ...korupsi merusak segala-galanya.


Di dalam Islam sudah dijelaskan, para pejabat negara atau pegawai negara mendapatkan ujrah (upah/gaji). Jika pegawai negara itu mengambil harta yang ada di luar dari akad dirinya dengan negara, baik harta negara maupun harta milik umum dalam tanggung jawabnya, maka hal itu termasuk ke dalam perbuatan ghulul (kecurangan dalam mendapatkan harta) sehingga ia diancam oleh Allah swt. akan membawa hasil kecurangannya di hari kiamat. Karena itu kasus-kasus korupsi termasuk ke dalam perbuatan ghulul yaitu mencuri, mencopet, merampok dan penipuan dalam mu’amalat.yang diharamkan oleh Allah. Menurut Islam hukumannya termasuk pada bagian sanksi ta’zir (sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan kifarat ).
Allah berfirman yang artinya: “Siapa saja yang berbuat curang, pada hari kiamat ia akan datang membawa hasil kecurangannya. Kemudian setiap orang menerima balasan setimpal atas segala yang telah dilakukannya dan mereka tidak diperlakukan secara dzalim.” (QS. Ali Imran 161)


Siapa lagi yang akan menyelamatkan bangsa dan negara kita ini dari kehancuran, kalau tidak kita semua. Mari....mari kita bersama-sama mulai dari membangun kesadaran moral agar umat Islam jauh dari tindakan korup. Islam mengajarkan permasalahan manusia dengan adil dan penuh dengan fitrah. Maka dari itu, mari mengkaji ilmu agama yang benar, yang lurus. Lalu dekatkan kita selalu pada Allah yang disertai ibadah yang sungguh-sungguh, ikhlas, sabar, takwa, dan selalu merasa jika diri kita ini selalu diawasi oleh Allah. Dari sinilah kita akan dapat membangun pondasi moral yang beriman, dan akan menjauhkan kita dari perbuatan-perbuatan kotor dan nista seperti korupsi. Contohlah ketika sahabat Umar bin Khaththab ra.menjadi khalifah. Beliau selalu memerintahkan agar seluruh pejabat maupun pegawai negara membelanjakan pengeluaran negara secara efisien, terutama yang digunakan oleh mereka dalam melayani kepentingan rakyat
Dalam hadist Rasulullah saw. Bersabda : “Siapa saja yang kami (negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki upah/gaji), maka apa yang diambil selain dari (upah/gaji) itu adalah ghulul (kecurangan).” (HR. Abu Dawud).

Tidak ada komentar: